Lembaga catatan sipil yang ada di Indonesia merupakan peninggalan dari pemerintah penjajah Belanda yang sejak Indonesia merdeka belum pernah mengalami peninjauan kembali untuk diubah atau disesuaikan dengan perkembangan hukum dalam masyarakat,
Di Eropa atau Belanda sendiri lembaga pencatatan sipil ini daftar-daftar kelahiran, perkawinan, kematian, dan sebagainya yang di buat oleh para pendeta. Keadaan itu berubah dengan dibentuknya undang-undang tanggal 20 September 1792 yang menugaskan Pemerintahan Kotapraja mengadakan daftar pencatatan sipil megenai kelahiran, Perkawinan, dan kematian bagi warga Kotapraja. Badan-badan lain atau orang lain, selain Pemerintahan KotaPraja dilarang untuk melakukan pekerjaan pencatatan sipil dimaksudkan (Lie Oen Hoek, 1961 : 2-3)
Di Batavia, pelaksanaan pencatatan sipil telah ada sejak tahun 1820, hal ini terbukti dari arsip yang tersimpan di Kantor Catatan Sipil Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Meskipun secara resmi kelembagaan catatan sipil baru ada secara De jure tahun 1850 yang kedudukannya disesesuaikan dengan wilayah Kota Jakarta itu sendiri, Akan Tetapi dalam pelaksanaannya untuk beberapa golongan penduduk saja, terutama bangsa China, Hal ini seirama dengan politik pemerintah pada waktu itu, yang membagi dan menggolongkan penduduk dan kemudian bagi setiap golongan penduduk berlaku hukum yang berbeda ( Victor M.Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, 1996:16)
Ketertutupan pelayanan Kantor Catatan Sipil ini terus berlangsung setelah Indonesia Merdeka, Sebeb sesuai dengan peraturan pencatatan sipil yang berlaku tidak seua penduduk (Warga Negara) Indonesia dapat dilayani oleh Kantor Pencatatan Sipil, Pelayanan Kantor Pencatatan Sipil bagi penduduk (warga negara) Indonesia masih terbatas. Baru pada tahun 1966 berdasarkan pada instruksi Persidium Kabinet Ampera Nomor : 31/U/IN/12/1966 tanggal 27 December 1966 yang di Tujukan kepada Menteri Kehakiman dan Kantor Catatan Sipil Seluruh Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pada *Form* Komentar, diharapkan untuk tidak mengomentari dengan bahasa-bahasa yang mengandung unsur SARA. Terima kasih, kepada pengunjung HukumLine,